Aku cepat-cepat meraih tasku, “nggak makan dulu, Anya?” tanya Mama yang sedang mengoles roti dengan selai
“Nggak sempat, Ma, sudah telat, Anya pamit ya, assalamu’alaikum” aku setengah berlari menuju pintu ke luar
“Assalamu’alaikum” si Luthfi sudah berdiri di depan pintu, memasang senyum lebar
“Sarapan dulu yuk, Luth” ajak Mama
“Nggak usah, Ma, Luthfi sama Anya sudah telat banget ini, kamu juga, ngapain sih lelet, telat tau” aku memukul lengan Luthfi
“Ih yang telat bangun kamu kan? Luthfi sama Anya jalan ya tante, assalamu’alaikum”
“Hati-hati bawa motornya, Luth” Mama mengingatkan
“Iya, tante, Luthfi hati-hati kok”
Aku mendorong Luthfi agar cepat-cepat menuju motornya
“Nggak sempat, Ma, sudah telat, Anya pamit ya, assalamu’alaikum” aku setengah berlari menuju pintu ke luar
“Assalamu’alaikum” si Luthfi sudah berdiri di depan pintu, memasang senyum lebar
“Sarapan dulu yuk, Luth” ajak Mama
“Nggak usah, Ma, Luthfi sama Anya sudah telat banget ini, kamu juga, ngapain sih lelet, telat tau” aku memukul lengan Luthfi
“Ih yang telat bangun kamu kan? Luthfi sama Anya jalan ya tante, assalamu’alaikum”
“Hati-hati bawa motornya, Luth” Mama mengingatkan
“Iya, tante, Luthfi hati-hati kok”
Aku mendorong Luthfi agar cepat-cepat menuju motornya
“Sudah telat banget memang, Nya?”
“Menurut kamu? Aduh, Luth, nggak usah nanya-nanya, jalan aja cepet ayuk”
“Mama kamu kan bilang nggak boleh balap balap” kata Luthfi yang menjalankan motornya seperti siput
Aku memukul bahunya, “nggak kayak begini juga lambatnya atuh, Luth, bisa sampai kampus besok kita”
Luthfi tertawa lalu melajukan motornya dengan kecepatan rata-rata.
“Menurut kamu? Aduh, Luth, nggak usah nanya-nanya, jalan aja cepet ayuk”
“Mama kamu kan bilang nggak boleh balap balap” kata Luthfi yang menjalankan motornya seperti siput
Aku memukul bahunya, “nggak kayak begini juga lambatnya atuh, Luth, bisa sampai kampus besok kita”
Luthfi tertawa lalu melajukan motornya dengan kecepatan rata-rata.
Aku dan Luthfi sudah bersahabat sejak SMA, awalnya sih karena tetanggaan sama si gelo, tapi berhubung si Luthfi sudah pindah, kami jadi nggak tetanggan lagi. Tapi kami berdua tetap sahabatan, malahan si Luthfi selalu antar jemput kampus meski kami sudah beda jurusan.
“Pulang kampusnya jam berapa, Nya?” tanya Luthfi yang menurunkan aku di depan gedung kampusku
“Abis ashar, Luth, aku langsung masuk ya, dadah, makasih Luthfi gelo” aku langsung berlari menuju ruangan kuliahku pagi itu
Nana yang juga sedang menuju ruang kuliah kami mencegatku, “eh eh ngapain kamu lari-lari?” tanya Nana
“Udah telat, Nana, kamu kenapa santai banget?”
“Ih, jam kuliahnya kan diundur, kamu nggak baca bbm ya?”
“Aku nggak ngecek hp dari tadi pagi, ih nyesel aku lari-lari, mana nggak sempat sarapan lagi” aku memegang perutku yang keroncongan
“Ke kantin aja dulu kalau gitu, Ami juga di kantin, kuliah kan diundur jadi jam 9, ayuk ke kantin” Nana menarik tanganku, merubah arah perjalanan kami
“Abis ashar, Luth, aku langsung masuk ya, dadah, makasih Luthfi gelo” aku langsung berlari menuju ruangan kuliahku pagi itu
Nana yang juga sedang menuju ruang kuliah kami mencegatku, “eh eh ngapain kamu lari-lari?” tanya Nana
“Udah telat, Nana, kamu kenapa santai banget?”
“Ih, jam kuliahnya kan diundur, kamu nggak baca bbm ya?”
“Aku nggak ngecek hp dari tadi pagi, ih nyesel aku lari-lari, mana nggak sempat sarapan lagi” aku memegang perutku yang keroncongan
“Ke kantin aja dulu kalau gitu, Ami juga di kantin, kuliah kan diundur jadi jam 9, ayuk ke kantin” Nana menarik tanganku, merubah arah perjalanan kami
Di kantin Ami sedang duduk sendirian menikmati makanannya. Aku dan Nana langsung menghampirinya.
“Makan apa, Mi?” tanyaku
“Bakso”
“Aku juga mau bakso ah, Na, pesenin yah?”
“Oke”
“Tadi dianter Luthfi lagi?” tanya Ami
“Iya, tau darimana?”
“Ih kamu itu ya, si Luthfi kan banyak fansnya, tadi aku dengar dari anak kelas lain, katanya ada A Luthfi di depan”
Aku langsung ketawa, “ih apanya si Luthfi sih yang cakep, anak-anak buta ih”
“Kamu yang buta” timpal Nana yang sudah kembali dari memesan makanan
“Ih, cakepan waktu SMA tau, cakepan dikit, sekarang gondrong begitu cakepnya yang dikit itu hilang semua” kataku sambil ketawa
“Anak-anak malah tambah suka tau sama Luthfi yang gondrong, kenapa Luthfi tiba tiba gondrong sih, Nya?”
“Mau balas dendam mungkin dia, soalnya waktu SMA kan rambut panjang dikit langsung ditegur BP” jelasku
“Luthfi ada pacarnya nggak sih? Antar jemput kamu begitu pacarnya nggak ngamuk?”
Aku menggeleng, “nggak ada pacarnya dia mah, siapa yang mau sama cowok gondrong begitu ih”
“Luthfi keren tauk, sering nyanyi kalau ada event, suaranya bagus lagi, jago main gitar, terus aktif di kegiatan sosial, sama kegiatan kampus, keren pisan” jelas Nana
Ami tertawa, “kamu kelamaan sama Luthfi kali, makanya kebal sama pesonanya”
Aku mengangkat bahu.
Rasanya aneh. Luthfi yang selalu bareng aku, sama sama aku, gila-gilaan sama aku. Ternyata banyak yang naksir, banyak yang bilang dia cakep. Mungkin benar kata Ami ya, aku kelamaan sama Luthfi, makanya nggak sadar.
“Makan apa, Mi?” tanyaku
“Bakso”
“Aku juga mau bakso ah, Na, pesenin yah?”
“Oke”
“Tadi dianter Luthfi lagi?” tanya Ami
“Iya, tau darimana?”
“Ih kamu itu ya, si Luthfi kan banyak fansnya, tadi aku dengar dari anak kelas lain, katanya ada A Luthfi di depan”
Aku langsung ketawa, “ih apanya si Luthfi sih yang cakep, anak-anak buta ih”
“Kamu yang buta” timpal Nana yang sudah kembali dari memesan makanan
“Ih, cakepan waktu SMA tau, cakepan dikit, sekarang gondrong begitu cakepnya yang dikit itu hilang semua” kataku sambil ketawa
“Anak-anak malah tambah suka tau sama Luthfi yang gondrong, kenapa Luthfi tiba tiba gondrong sih, Nya?”
“Mau balas dendam mungkin dia, soalnya waktu SMA kan rambut panjang dikit langsung ditegur BP” jelasku
“Luthfi ada pacarnya nggak sih? Antar jemput kamu begitu pacarnya nggak ngamuk?”
Aku menggeleng, “nggak ada pacarnya dia mah, siapa yang mau sama cowok gondrong begitu ih”
“Luthfi keren tauk, sering nyanyi kalau ada event, suaranya bagus lagi, jago main gitar, terus aktif di kegiatan sosial, sama kegiatan kampus, keren pisan” jelas Nana
Ami tertawa, “kamu kelamaan sama Luthfi kali, makanya kebal sama pesonanya”
Aku mengangkat bahu.
Rasanya aneh. Luthfi yang selalu bareng aku, sama sama aku, gila-gilaan sama aku. Ternyata banyak yang naksir, banyak yang bilang dia cakep. Mungkin benar kata Ami ya, aku kelamaan sama Luthfi, makanya nggak sadar.
“Kamu nggak jealous?” tanya Ami
“Jealous kenapa?” Aku bertanya balik
“Sama cewek-cewek yang ngefans sama Luthfi”
“Ih nggak lah, kenapa harus jealous, Luthfi kan bukan pacar aku”
“Kalau Luthfi ada pacarnya?” tanya Nana
“Jealous kenapa?” Aku bertanya balik
“Sama cewek-cewek yang ngefans sama Luthfi”
“Ih nggak lah, kenapa harus jealous, Luthfi kan bukan pacar aku”
“Kalau Luthfi ada pacarnya?” tanya Nana
“Anya!”
Aku menoleh.
“Yang diomongin panjang umur” kata Nana
Luthfi berdiri di pintu kantin. Rambutnya yang panjang diikat membentuk cepol di tengkuknya. Luthfi berjalan menghampiri meja tempat aku dan teman-temanku duduk.
Aku menoleh.
“Yang diomongin panjang umur” kata Nana
Luthfi berdiri di pintu kantin. Rambutnya yang panjang diikat membentuk cepol di tengkuknya. Luthfi berjalan menghampiri meja tempat aku dan teman-temanku duduk.
“Ih pagi-pagi udah makan bakso aja kamu, Nya, gembul” Luthfi langsung duduk di bangku sebelahku, dan mencomot satu baksoku dengan garpu
“Ih, ngapain kesini? Nggak kuliah kamu?”
“Nggak, kuliah aku jam 9” jawab Luthfi sambil mengunyah bakso
“Terus kenapa kesini? Nyerobot makanan orang”
Luthfi mencomot satu bakso lagi.
“handphone kamu” Luthfi mengeluarkan Handphoneku dari saku celana jeansnya
Aku langsung mengambilnya, “ya ampun, ketinggalan dimana?”
“Di rumah, tadi mama kamu nelepon aku, ya aku balik aja ke rumah kamu terus kesini, nggak ada kuliah juga” Luthfi mencomot satu bakso lagi
Aku jadi merasa bersalah.
“Ih tumben baik, aku traktir bakso ya?”
Luthfi tertawa, “aku mah baik terus Anya, nggak mau bakso, nanti aku yang pilih traktirannya” Luthfi mencomot bakso terakhir, tandas sudah sarapan pagiku
Luthfi meneguk es tehku hingga setengah lalu bangkit, “aku balik ke kampusku ya, habis ashar aku jemputnya kan?”
“Iya, udah sana, nanti telat, minta traktirnya jangan yang mahal mahal ya”
Luthfi tertawa.
“Ih baik banget si Luthfi” kata Nana tiba-tiba
“Ih aku mah bakal klepek klepek kalau jadi kamu, Nya” kata Ami
“Ada orangnya nggak berani muji, nggak ada aja berani muji-muji” godaku
“Serius aku, Nya, kamu nggak ada naksir-naksirnya sama Luthfi?”
“Ih, ngapain kesini? Nggak kuliah kamu?”
“Nggak, kuliah aku jam 9” jawab Luthfi sambil mengunyah bakso
“Terus kenapa kesini? Nyerobot makanan orang”
Luthfi mencomot satu bakso lagi.
“handphone kamu” Luthfi mengeluarkan Handphoneku dari saku celana jeansnya
Aku langsung mengambilnya, “ya ampun, ketinggalan dimana?”
“Di rumah, tadi mama kamu nelepon aku, ya aku balik aja ke rumah kamu terus kesini, nggak ada kuliah juga” Luthfi mencomot satu bakso lagi
Aku jadi merasa bersalah.
“Ih tumben baik, aku traktir bakso ya?”
Luthfi tertawa, “aku mah baik terus Anya, nggak mau bakso, nanti aku yang pilih traktirannya” Luthfi mencomot bakso terakhir, tandas sudah sarapan pagiku
Luthfi meneguk es tehku hingga setengah lalu bangkit, “aku balik ke kampusku ya, habis ashar aku jemputnya kan?”
“Iya, udah sana, nanti telat, minta traktirnya jangan yang mahal mahal ya”
Luthfi tertawa.
“Ih baik banget si Luthfi” kata Nana tiba-tiba
“Ih aku mah bakal klepek klepek kalau jadi kamu, Nya” kata Ami
“Ada orangnya nggak berani muji, nggak ada aja berani muji-muji” godaku
“Serius aku, Nya, kamu nggak ada naksir-naksirnya sama Luthfi?”
Cerpen Islami (Karunia Tuhan)
Seorang wanita yang tinggal berdua dengan ibunya. Ia bernama mirna dan ibunya bernama minah, ibu minah adalah seorang ibu yang penyabar dan penyayaang, tetapi anaknya si mirna sangat bertolak belakang sifatnya dengan ibunya, ia pemarah dan angkuh.
Mirna tidak pernah sedikitpun mau mendengar nasihat ibunya, bahkan setiap hari ia memarahi dan membentak ibunya ketika ibunya menasihatinya. Tetapi bu minah tak pernah lelah untuk mengingatkan anaknya berbuat kebaikan terutama dalam mencari rizki.
Mirna tidak pernah sedikitpun mau mendengar nasihat ibunya, bahkan setiap hari ia memarahi dan membentak ibunya ketika ibunya menasihatinya. Tetapi bu minah tak pernah lelah untuk mengingatkan anaknya berbuat kebaikan terutama dalam mencari rizki.
Mirna bekerja sebagai wanita malam, setiap malam dia pergi dan pulang setiap pagi bahkan tak jarang ia tidak pulang untuk beberapa hari. Ibu minah bekerja sebagai buruh cuci dan menjual kue, itu yang bisa ibu minah kerjakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Suatu hari saat ibu minah membuat kue untuk dijualnya, si mirna pulang, tanpa permisi atau mengucap salam mirna memasuki rumah dengan bertriak memanggil ibunya “bu.. ibu..” “iya nak ibu sedang bikin kue di dapur” jawab ibu minah sambil tersenyum, “siapin air hangat buat mandi, aku mau mandi, terus jangan lupa siapin makanan aku lapar.!!!” perintahnya kepada ibunya “iya sebentar nak ibu selesain ini dulu” dengan sabar ibunya menjawab, tetapi mirna malah marah marah dan membentak-bentak ibunya “cepetan!!! Dasar tua bangka disuruh nyiapin gituan aja leletnya minta ampun”. Tak kuat mendengar bentakan dari mulut anaknya, air matanya pun menetes, seakan hatinya tersayat-sayat mendengar ucapan dari anaknya yang selalu ia sayang.
Hingga suatu hari sikap mirna begitu aneh, dia yang selalu ke luar malam bahkan jarang pulang, sekarang ia sering mengurung dirinya dalam kamar. Sesekali ibunya bertanya padanya “mir kamu kenapa nak, kok betah banget sekarang di kamar, apa mirna punya masalah, coba cerita pada ibu siapa tau ibu bisa bantu nak.” Sekejap mirna diam dan menangis “aku hamil bu” dia menjawab pertanyaan ibunya lalu bergegas masuk ke kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan keras. Ibunya sangat kaget mendengarnya.
Sesekali mirna mencoba menggugurkan kandungannya, tetapi ibu minah selalu mencegahnya. “aku gak mau bu ngelahirin anak haram ini, aku gak mau” ucap mirna sambil menangis dan memukuli perutnya, “nak coba dengarkan ibu, ibu sayang sekali sama mirna ibu gak mau mirna membunuh darah daging mirna sendiri, anggap saja janin yang ada di rahim mirna sebagai karunia Tuhan yang akan membantu mirna nanti” ibunya selalu berusaha menenangkan hati mirna.
Hingga tibalah saatnya anak yang dikandung mirna lahir ke dunia, jam menunjukan pukul 03:00 saat itu ibunya selesai melaksanakan tahajud mendengar suara anaknya teriak memanggilnya “bu.. ibu.. tolong bu.. perutku sakit banget bu” bergegaslah ibunya mendatangi anaknya dan memanggil bidan terdekat.
Tak lama kemudian terdengarlah suara tangisan bayi tetapi setelah itu terdengar lagi suara bayi menangis, mirna pun pingsan karena mungkin kelelahan, ternyata mirna melahirkan 2 bayi kembar tetapi jenis kelaminnya berbeda perempuan dan laki-laki. Ibu minah memberinya nama Azhari dan Azhara.
10 tahun kemudian, kedua anaknya tumbuh menjadi anak yang cantik dan tampan, dan juga saleh dan saleha. Mereka sering ditinggal ibunya dan tinggal bersama neneknya, mereka sangat pintar mengaji bahkan menghafal Al-Quran. Ibu minah selalu memberinya makan dengan hasil menjual kue dan buruh mencucinya, ia juga tak pernah lupa mendidiknya, menasihatinya agar menjadi anak yang baik. Setiap pagi mereka pergi sekolah sepulang sekolah mereka membantu neneknya membuat kue, setelah selesai mereka selalu ke mushola untuk belajar mengaji. Suara mereka sangatlah merdu kerika membaca ayat suci Al-Quran.
Pada suatu malam saat Azhari dan Azhara mengaji di kamarnya, ibunya pun pulang dengan keadaan mabuk. Tanpa basa basi mirna membuka kamar anaknya, ia marah-marah “hai… kalian berisik sekali sihhh, sudah malam bukanya tidur malah brisik” bentak mirna kepada kedua anaknya, lalu ia pergi menuju kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan suara sangat keras. Sesekali mereka berdua bertanya kepada neneknya “nenek kenapa sih nek ibu selalu marahin kita, kita gak salah pun dimarahin, apa ibu tidak sayang sama kita nek?” Tanya Azhari dan Azhara kepada nenenya “ibu kalian bukan marah-marah mungkin karena dia sedang capek saja, siapa bilang ibu gak sayang, ibu itu sayang sama ari dan ara” jawab neneknya sambil merangkul keduanya dan tersenyum.
Satu minggu mirna terbaring lemas di rumah sakit karena penyakit jantung dan paru paru yang sudah parah, karena sering sekali ia merok*k dan mabuk berat. Saat itu anaknya mengaji di depan ibunya yang sedang sakit. Entah apa gerangan ibunya menangis mendengar suara mereka yang sangat merdu, ibunya pun memeluk kedua anaknya “ari ara, maafin ibu ya, selama ini ibu selalu marah marah, dan ibu maafin aku ya bu selama ini aku selalu nyakitin hati ibu, aku sayang kalian” ucap mirna dengan menangis. Tak lama kemudian terdengarlah suara isak tangis dari ruangan dimana marni dirawat, dan saat itulah marni menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar